Hukum Tidak Mengqadha Puasa hingga Ramadan Berikutnya

Hukum Tidak Mengqadha Puasa hingga Ramadan Berikutnya
Khairy Amin, LC
(Musyrif Kuttab Helwa Center)
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Swt. yang hingga saat ini masih memberikan kita umur panjang sehingga kita dapat bertemu dengan bulan Sya’ban. Itu berarti tidak lama lagi kita akan memasuki bulan yang mulia dan penuh berkah, yaitu bulan Ramadan. Namun, sebelum bulan Sya’ban ini berakhir, alangkah baiknya kita mengingat kembali apakah ada puasa pada tahun lalu yang tidak kita kerjakan, entah karena sakit, musafir, haid, menyusui, dan lain sebagainya. Jika ada, maka wajib mengganti atau mengqadha-nya di bulan selain Ramadan.

Sebagaimana dijelaskan dalam Surah Al-Baqarah ayat 184, Allah Swt. berfirman: 
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
"Maka barangsiapa di antara kalian sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain."

Oleh karena itu, wajib bagi yang meninggalkan puasa pada bulan Ramadan untuk menggantinya di bulan-bulan selain Ramadan. Batas akhir untuk mengqadha puasa Ramadan ialah akhir bulan Sya’ban. Sebagaimana dalam hadis Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha:  

"Aku dahulu punya kewajiban puasa, saya tidak mampu mengqadha-nya kecuali di bulan Sya’ban." 

Menurut Yahya (salah satu perawi hadis), Sayyidah Aisyah mengakhirkan qadha hingga bulan Sya’ban karena ia sibuk melayani Nabi Muhammad Saw.  

Sekalipun dalam hadis Sayyidah Aisyah tersebut membolehkan menunda qadha Ramadan hingga bertemu bulan Sya’ban, akan tetapi jika keadaan kita mampu mengqadha-nya dengan segera atau tidak menunda-nunda, maka itu lebih baik. Sebab, Allah Swt. memerintahkan kita untuk berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan.  

Allah Swt. berfirman:
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَات 
"Berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan."

Dalam ayat lain, Allah Swt. juga berfirman:
أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ
"Mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya."  

Namun, yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana jika seseorang lalai atau tidak sempat mengqadha puasanya hingga datang Ramadan berikutnya?  

Penjelasan Para Ulama  

Dalam hal ini, para ulama memberikan rincian sebagai berikut:  

1. Apabila seseorang tidak mengqadha puasa hingga datang Ramadan berikutnya disebabkan oleh uzur syar’i, seperti sakit yang berlangsung hingga datang Ramadan berikutnya, demikian juga ibu hamil dan menyusui yang khawatir akan kesehatan janin atau bayinya jika ia berpuasa, maka dalam hal ini tidak ada kewajiban lain terhadapnya selain mengqadha puasa sesuai dengan jumlah yang ia tinggalkan.  

2. Apabila seseorang menunda mengqadha puasa hingga datang Ramadan berikutnya, padahal ia mampu berpuasa, maka kewajibannya ada tiga:  

- Bertobat dan meminta ampun kepada Allah Swt. karena ia telah melakukan dosa besar.  
- Mengqadha puasa yang ia tinggalkan.  
- Membayar fidyah (denda) berupa satu mud (sekitar 675 gram menurut mazhab Syafi’i) makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ia tinggalkan dan diberikan kepada fakir miskin.  

Hal ini selaras dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:  

"Barangsiapa yang menjumpai Ramadan, kemudian tidak berpuasa disebabkan karena sakit, kemudian setelah itu ia sembuh dari penyakitnya, tetapi ia tidak mengqadha hingga datang Ramadan berikutnya, maka ia wajib berpuasa Ramadan yang sedang ia jalani, kemudian mengqadha puasa (yang ia tinggalkan), dan memberi makan satu orang miskin untuk (mengganti) satu hari (puasa yang ditinggalkannya)."  

Ketentuan membayar fidyah ini juga, menurut pendapat yang kuat dalam mazhab Syafi’i, bisa berlipat sesuai jumlah tahun yang ditunda. Semisal seseorang meninggalkan qadha puasa sebanyak tujuh hari dan belum mengqadha hingga dua tahun tanpa uzur, maka ia berkewajiban mengqadha puasa tujuh hari dan membayar fidyah 14 mud, yang asalnya tujuh mud, tetapi karena ditunda selama dua tahun, fidyah-nya berubah menjadi 14 mud, dan begitu seterusnya.  

Hal ini telah dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab Minhaj at-Thalibin wa ‘Umdatul Muftin:

"Barangsiapa yang menunda qadha Ramadan hingga masuk Ramadan berikutnya, padahal ia mampu mengqadha, maka wajib baginya mengqadha dan membayar fidyah satu mud. Menurut pendapat yang kuat, ia wajib membayar fidyah (berlipat) sesuai jumlah tahun yang ia tinggalkan."  

Niat Mengqadha Puasa dan Membayar Fidyah

Adapun niat mengqadha puasa Ramadan adalah sebagai berikut: 
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ للهِ تعالى
"Aku berniat untuk mengqadha puasa bulan Ramadan esok hari, karena Allah Ta’ala."  

Sedangkan niat membayar fidyah puasa Ramadan yang disebabkan keterlambatan mengqadha adalah sebagai berikut:
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الفِدْيَةَ عَنْ تَأخيْرِ قَضَاءِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا للهِ تعالى  
"Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari keterlambatan mengqadha puasa Ramadan, fardu karena Allah Ta’ala."
Referensi  

1. Al-Qur’an al-Karim  
2. Fathul Bari bi Syarhi Shahih al-Bukhari  
3. Fathul Mu’in bi Syarhi Qurratu al-‘Ain  
4. Minhaj at-Thalibin wa ‘Umdatul Muftin

Tsaqafah dan Keilmuan Administrator 07 Feb 2025 12:16pm

  • Komentar : 0

Berikan komentar terbaik Anda

Helwa Center

Lembaga konsultan pendidikan yang memfasilitasi calon pelajar Indonesia di Institusi-institusi Al-Azhar di Mesir sejak tahun 2015.

Find Us

18 Ahmed Zumor, Hay Asyir, Nasr City, Cairo

© 2024 | Binwasoft | All Rights Reserved. Privacy Policy | Terms of Service